Pages

Sunday 16 June 2019

Ahmad Tohari - Di Kaki Bukit Cibalak

 jalan setapak itu yakni terowongan yang menembus belukar puyengan Ahmad Tohari - Di Kaki Bukit Cibalak
Ahmad Tohari - Di Kaki Bukit Cibalak
Dulu, jalan setapak itu yakni terowongan yang menembus belukar puyengan. Bila iring- iringan kerbau lewat, badan mereka karam di bawah terowongan semak itu. Hanya bunyi korakan yang tergantung pada leher mereka terdengar dengan bunyi berdentang-dentang, iramanya tetap dan datar. Burung-burung kucica yang terkejut, terbang mencicit. Mereka tetap tidak mengerti mengapa kerbau-kerbau bahagia mengusik ketenteraman belukar puyengan kawasan burung-burung kecil itu bersarang. Meskipun kerbau-kerbau itu telah jauh memasuki hutan jati Bukit Cibalak, bunyi korakan mereka masih tetap terdengar. Dan bunyi korakan yakni menerangkan yang selalu didengarkan oleh majikan. Para pemilik kerbau di sekitar kaki Bukit Cibalak tidak menggembalakan ternak mereka. Binatang itu bebas berkeliaran mencari rumput, mencari umbut gelagah, atau berkubang di tepi hutan jati. Sering kali kerbau-kerbau itu tidak pulang ke kandang. Artinya, mereka tidur di hutan atau sedang berahi pada pejantan milik tetangga di sana. Pernah tedadi kerbau Mbok Sum tiga hari tidak pulang. Pada hari keempat hewan itu muncul bersama anaknya yang gres lahir di tengah hutan. Pada waktu itu masih banyak harimau Jawa berkeliaran di hutan jati Cibalak. Tetapi hewan buas itu lebih suka menerkam kera atau lutung, apalagi celeng pun masih banyak terdapat di sana.
Sekarang terowongan di bawah belukar puyengan itu lenyap, berkembang menjadi jalan setapak. Tak terdengar lagi bunyi korakan kerbau alasannya hewan itu telah banyak diangkut ke kota, dan di sana akan diolah menjadi daging goreng atau makanan anjing. Di sekitar kaki Bukit Cibalak, tenaga kerbau telah digantikan traktor-traktor tangan. Burung-burung kucica yang telah bebuyutan mendaulat belukar puyengan itu terpaksa hijrah ke semak-semak kerontang yang menjadi batas antara Bukit Cibalak dan Desa Tanggir di kakinya. Orang-orang yang biasa memburuh dengan bajak, kemudian berganti pekerjaan. Pak Danu misalnya, yang dulu dikagumi orang alasannya kecakapannya memainkan bajak, sekarang bekerja pada Akiat. Ia menjadi tukang timbang ampas singkong. Gajinya berupa makanan yang ia terima pada hari itu plus sedikit uang. Dua orang anak gadis Pak Danu dibawa oleh makelar, menjadi babu di Jakarta, empat ratus kilometer jauhnya dari Desa Tanggir.

No comments:

Post a Comment

Subscribe to our newsletter