Asma Nadia - Cinta Tak Pernah Menari |
Tidak banyak penulis dongeng pendek Indonesia yang mempunyai kesejukan dan kelincahan dalam bercerita. Di dalam buku ini, Asma Nadia mencoba menjembatani antara keterampilan bercerita yang ia kuasai dan tuntutan isi yang mutlak diharapkan dalam karya sastra. Beragam tema ia kendalikan dengan baik: dari hal yang rumit, hingga kasus yang sangat sepele. Asma Nadia seperti hendak mengambarkan bahwa sesuatu yang "berat" dapat dikemas menjadi sangat sederhana. Tentu saja itu tidak gampang.
Joni Ariadinata--cerpenis, redaktur Jurnal Cerpen Indonesia
Membaca cerpen-cerpen Asma Nadia, ternyata realisme belum mati. Bagi remaja, cerita-cerita keseharian dengan realitas di kelas sosial pinggiran, sangat penting untuk mengasah nurani. Maka bacalah dan hati kita akan terus terjaga untuk tetap menyayangi sesama.
Gola Gong--novelis dan pengelola Pustakaloka Rumah Dunia
Setting "dunia yang terpinggirkan" senantiasa menarik bagi para penulis cerpen, termasuk Asma Nadia. Tapi beliau ternyata juga fasih saat bercerita wacana kalangan yang sama sekali berbeda, yaitu kalangan "atas" yang terkesan identik dengan hedonisme. Gaya penulisannya pun variatif, dari pendekatan "dramatik emosional" yang cenderung serius, hingga ke cas-cis-cus gaya cukup umur yang segar. Di antara sepuluh cerpen dalam kumpulan ini, yang paling menarik bagi aku adalah Ibu Pergi Sebulan, yang ternyata justru terbebas dari gaya-gayaan tadi, tapi berpengaruh dalam keunikan gagasannya.
Jujur Prananto---penulis cerpen dan skenario
Buat bawah umur muda yang baca buku ini, I`m telling you, you are reading the right book! Pokoknya baca hingga habis, you`ll be inspired, and grateful, plus lebih berani untuk mikir dan tampil beda. Lebih maju!
Dewi Hughes Spd.---presenter
No comments:
Post a Comment