Pages

Sunday 10 February 2019

Cinta Dari Rumah Hijau

Irvan terdiam di bangkunya saat pelajaran kosong Cinta dari Rumah Hijau
Cinta dari Rumah Hijau
Cinta dari Rumah Hijau

Irvan terdiam di bangkunya saat pelajaran kosong. Dia tak berniat ke luar
untuk ke kantin atau ngobrol. Dia masih merasa aneh dengan suasana yang baru
satu ahad dikenalnya itu.
Seseorang menepuk bahunya dan duduk di kursi di depannya.
“Melamun, eh? Bagaimana komentarmu perihal sekolah ini?” tegur Riki.
“Cewek kelas satu cakep-cakep, ya?” ujar Irvan meringis.
Riki tersenyum. “Jangan jauh-jauh. Kelas ini juga punya cewek cakep, lho,”
katanya. “Si Mirsa misalnya, yang duduk di ujung kiri depan itu. Atau Linda si kacamata
minus yang rambutnya bagus. Lalu Rita, Yanti ... wah, banyaklah! Tapi rata-rata sudah
punya pasangan, Van.”
Irvan nyengir mendengar promosi itu. Lantas teringat olehnya sebuah nama.
“Ada yang namanya Ristania Vidyani di sekolah ini, Rik? Kelas dua menyerupai kita
juga bila tidak salah.”
Riki menatap Irvan setengah heran. Saat itu seorang gadis masuk. Riki melirik,
lalu menyentuh lengan Irvan yang sedang mencorat-coret buku.
“Tuh yang kamu cari!” bisiknya.
Irvan menoleh, mengamati gadis itu. Itukah Tania? Cowok itu menemukan sosok
tubuh sedikit kurus, jangkung dengan rambut pendek. Gayanya tak acuh. Irvan masih
menatap saat gadis itu menoleh padanya. Wajahnya yang buram dan bermata tajam
membalas. Dahi itu berkerut tak senang. Lantas beliau berbalik ke bangkunya, mengambil
sesuatu dan keluar tanpa menoleh lagi.
“Bagaimana?” tanya Riki menyadarkan Irvan. “Tidak cakep kan? Tapi menarik
dengan keangkuhannya itu. Dia selalu menghindari cowok-cowok yang jatuh cinta
padanya. Kaprikornus bila kamu mau erat dengannya, jangan hingga jatuh cinta ...”
Irvan diam. Benaknya berputar-putar. Gadis itukah yang menciptakan Fadil jatuh
bangun sebab mencintainya? Fadil, sepupunya yang tampan dan banyak di kagumi
cewek-cewek sebab senyumnya yang memikat itu, jatuh cinta pada Tania? Aneh
rasanya. Tania tidak cantik, wajahnya cuek dan mungkin hatinya juga beku.
“Engkau belum mengenal dia, Van. Tania tidak cantik, tapi ada sesuatu pada
sikapnya yang menarik cowok-cowok. Dekati beliau dan ... kamu akan tahu, bahwa apa yang
ku katakan benar,” ujar Riki seolah sanggup membaca jalan pikiran Irvan.
Bel berbunyi. Riki meloncat turun dan duduk di sebelah Irvan. Anak-anak
berdesakan masuk kelas. Pelajaran kimia akan segera dimulai.

No comments:

Post a Comment

Subscribe to our newsletter