Pages

Friday 13 April 2018

Orizuka - Oppa & I

 Sepasang mata lingkaran seseorang gadis menatap ke sekeliling bandara Internasional Incheon Orizuka - Oppa & I
Orizuka - Oppa & I
'Oppa yang lebih abnormal dari alien.. Aku tidak butuh. Sepasang mata lingkaran seseorang gadis menatap ke sekeliling bandara Internasional Incheon-mengagumi keindahannya dalam hati. Berkebalikan dengan isi hatinya, ekspresi wajah bagus gadis itu masam, seolah bandara itu mengeluarkan amis busuk, bukannya harum semilir kopi. Gadis itu menghela napas, kemudian duduk di atas koper pinks yang digantungi kartu pengenal bertuliskan `JANE PARK, Indonesia. Ia lantas beralih menatap koper lain-berukuran dua kali lipat yang sedang ia duduki-yang ada di depannya. ''Jae In-a!'' Jae In, gadis itu refleks menoleh. Seorang perempuan bagus semampai berusia pertengahan tiga puluhan menghampirinya sambil melambai. Jae In kembali menghela napas ''Mian(maaf), toiletnya penuh,'' katanga dengan bunyi manis dibuat-buat. ''Kenapa tiba-tiba bahasa korea?'' tanya Jae In, dalam bahasa Indonesia. ''Apa alasannya yakni kita sedang di Korea?'' ''Keourom(tentu saja).'' Wanita itu tersenyum manis, sengaja menyibak rambut ketika beberapa laki-laki lewat dan mengagumi posturnya, mebuat Jae In sukses menganga. ''Eomma, jebal jom (eomma, please deh)!'' Jae In menyahut, tak sadar dirinya pun sudaah memakai bahasa itu. Bahasa yang tak pernah digunankannya lagi sejak 5 tahun lalu. Sandy tersenyum simpul melihata anak gadisnya yangs ekarang menutup verbal dan terlihat salah tingkah. Jae In memang tak pernah suka memakai bahasa Korea. Tidak sejak lima tahun lalu, ketika kehidupannya berubah drastis. Senyum Sandy berangsur lenyap. Saat ia mengubah kehidupan anaknya sendiri, secara drastis. Lima tahun lalu, Sandy begitu egois ketika tetapkan untuk bbercerai dengan Jae Bin. Begitu egois untuk memisahkan Jae In dengan pasangan sehidup sematinya. Begitu egois untuk membuang apa yang dinamkan keluarga. Namun, Sandy masih yakin setangah atau lebih dari segala kejadia ini yakni kesalahan Jae Bin. Mantan suaminya yang kaku dan workholic itu menentukan utnuk mendapatkan panggilan kiprah dis Seoul daripada tinggal bersamanya di Jakarta. Masih terperinci di ingatan Sandy ketika ia meberi Jae Bin pilihan:mengambil pekerjaan itu atau bercerai, dan Jae Bin menentukan bercerai. Masih terperinci pula rasa sakit di hati Sandy sehingga ia ikut menyanggupi keputusan suaminya itu. Mantan suaminya. Sandy tadinya hanya ingin menyuci Jae Bin. Tak sekalipun Sandy menduga bahwa Jae Bin akan lebih menentukan pekerjaan daripada dirinya. Sandy pun tidak ingin kalah, ia harus mengatakan pada Jae Bin bahwa tanpanya, ia sanggup hidup dengan baik di Jakarta. Menikah di usia yang sangat mudah-sembilan belas tahun-membuat psikologis Sandy dan Jae Bin masih begitu labil, sampai mereka melaksanakan hal yang orangtua manapaun tak akan melakukan: memisahkan dua anak mereka untuk tinggal di negara berbeda. Hati Sandy sesungguhnya sakit ketika memikirkan itu, namun kini ia sudah ada di sini. Ia sdg memperbaiki kesalahannya.

No comments:

Post a Comment

Subscribe to our newsletter