Pages

Sunday 16 December 2018

Miss Pesimis

AKU berlari secepat mungkin mengejar pintu lift yang terbuka Miss Pesimis

aliaZalea
AKU berlari secepat mungkin mengejar pintu lift yang terbuka. Aku sadar sepatuku
yang berhak lima sentimeter itu menghalangiku berlari. Tanpa pikir panjang,
kulepaskan sepatu itu dan berlari di atas lantai marmer hitam tanpa ganjal kaki sambil
berusaha menjaga keseimbangan biar tidak terpeleset. Huuup! Aku menarik napas
panjang dikala pintu lift tertutup denganku di dalamnya. Aku akan menekan
tombol lantai 12, tapi ternyata tombol itu sudah menyala, membuktikan bahwa satusatunya
orang yang berada di dalam lift bersamaku juga menuju lantai yang sama.
Dengan terburu-buru saya membersihkan kedua telapak kakiku yang tertutup
stoking berwarna kulit dengan telapak tangan. Setelah yakin tidak ada pasir yang
menempel, kukenakan sepatuku kembali. Tanpa menghiraukan teman seliftku, aku
menghadap salah satu cermin yang mengelilingi tiga sisi lift tersebut dan
menyapukan lipgloss pink di bibirku. Kupastikan warna bibirku sudah rata sebelum
mengalihkan perhatian pada rambutku yang hari itu dikucir kuda. Untung saja
karet yang kugunakan cukup berpengaruh untuk menahan rambutku yang sepunggung,
sehingga saya tidak perlu mengaturnya kembali. Selanjutnya, kukeluarkan selembar
tisu berair dan mengusapkannya pada kedua telapak tanganku sebelum melempar
tisu bekas pakai kembali ke dalam tas. Langkah terakhir yakni menyemprotkan
sedikit parfum pada pergelangan tanganku bab dalam dan mengusapnya ke
leher. Puas dengan penampilanku, saya kemudian bangun tegak dan menunggu hingga
pintu lift terbuka.

Saat itu saya gres sadar bahwa satu-satunya orang yang berada di dalam lift
bersamaku yakni laki-laki. Seharusnya saya tidak kaget, alasannya yakni sewaktu memasuki
lift saya dapat mencium aroma Hugo Boss. Tetapi, tetap saja saya sedikit tekrejut
karena sesudah mengalihkan pandanganku dari sepatu, celana panjang, dan
kemejanya yang jelas-jelas tidak dibeli di Carrefour itu, ternyata wajah laki-laki
tersebut terlihat menyerupai salah satu tuhan Yunani. Ganteng abisss. Lebih tepatnya,
dewa Yunani yang superganteng dan tampak agak jengkel. Ada kerutan di antara
alisnya, sementara bibirnya tertutup rapat dan ujungnya tertarik ke bawah. Aku
tidak tahu apa masalahnya, tapi untuk meringankan suasana saya berkata, “Sori, ini
hari pertama saya kerja, dan saya agak terlambat.”

Aku yang tinggal di Amerika hampir separoh hidupku, masih harus
membiasakan diri dengan keadaan jalan-jalan di Jakarta yang superpadat dan tidak
pernah dapat ditebak. Belum lagi saya masih agak kagok alasannya yakni harus membawa
mobil di sisi yang berlawanan daripada di Amerika. Di Jakarta ini saya terpaksa
menyetir kendaraan beroda empat sendiri, padahal saya lebih terbiasa naik Metro, yaitu sistem kereta
api bawah tanah di Washington, D.C., tempatku bermukim sejak saya SMA.
Laki-laki itu tidak bereaksi. Dia justru memandangiku sambil mengangkat salah
satu alis sebelum kemudian mengalihkan perhatiannya pada pintu lift. Aku hanya
menarik napas melihat tingkah lakunya.

Setidak-tidaknya saya tidak perlu bertemu dengannya lagi sesudah saya keluar
dari lift ini, ucapku dalam hati.

No comments:

Post a Comment

Subscribe to our newsletter