Pages

Wednesday, 2 January 2019

Donna Rosamayna - U!

rintik membasahi tiap sentimeter tanah disekitarnya Donna Rosamayna - U!
Donna Rosamayna - U!
Prolog

SENJA itu langit tampak kelabu, hujan turun rintik-rintik membasahi tiap sentimeter tanah disekitarnya.Orang-orang berpakaian hitam mengelilingi peti cokelat muda berpelitur indah. Wajahmereka tampak sedih. Banyak di antara mereka meneterkan airmata. Bahkan ada yangmenangis tersedu-sedu.“Semua yang berasal dari Dia... akan kembali kepada Dia...,” ujar seorang pendeta penuhhikmat. Orang-orang itu mengangguk-angguk sedih.Tiba-tiba...Seorang anak berusia empat tahun berlari-lari kecil menyeruak kerumunan orang. Dengancuek beliau mencolek-colek orang-orang yang sedang bersedih itu.“Eh... eh... kok semuanya pada nangis sih? Hujan nih...”Seorang ibu tersenyum, kemudian mengelus kepala anak kecil itu. Kalau tega sih, bergotong-royong anakitu pantas dicubitkarena mengganggu khotbah pendeta... tapi...“Pa... Papa... Mama mana?” ujar anak itu lagi sambil berlari menghampiri papanya, menarik-narik ujung baju hitam laki-laki itu tidak sabaran.Laki-laki yang dipanggil “Papa” itu berjulukan Marcello. Ia memaksakan diri tersenyum padagadis kecil di sampingnya. Ia mengulurkan kedua tangannya, mengizinkan si anak naik dalamgendongannya.“Lilia sayang... Mama... Mama pergi ke surga!” ujar Papa Lilia terbata-bata. Wanita disebelah lelaki itu menitikkan air mata mendengarnya.Gadis kecil itu menatap ayahnya bingung. Kedua bola mata jernihnya membulatmemandang papanya.“Surga itu di mana, Pa? Jauh, gak?”Lelaki itu menghela napas, menahan perasaan murung dan harunya. “Jauh, Sayang!”“Jauh mana sama rumah Eyang?” tanya gadis kecil itu lagi. Kebetulan eyangnya memangtinggal di Belanda.“Lebih jauh lagi...”Anak itu menghela napas kecewa. “Yaaaah... jikalau gitu... Lilia gak dapat ketemu Mama lagidooong! Ketemu Eyang aja Lilia gak pernah alasannya yaitu rumah Eyang jauh...”Papa Lilia merasa sebutir air matanya menetes.“Mama jahat! Mama jahat! Lilia sebel sama Mama... Huaaa...”Lilia mulai menangis meraung-raung. Semua orang di situ memandang dengan prihatin.Dada mereka sesak. Sang Ayah berusaha menenangkan putrinya.“Lilia... jangan nangis dong, Sayang!” Papa Lilia mengusap air mata yang mengalir deras diwajah mungil anaknya. “Bisa kok... Suatu hari nanti kau dapat ketemu Mama lagi, Sayang!”Anak itu menengadah, memandang ayahnya penuh harap. “Bener, Pa?”“I... iya, Sayang!”Lilia tersenyum. Wajahnya pribadi berbinar-binar.“Nanti kita ke nirwana naik pesawat ya,Pa... Lilia gak takut ketinggian kok!” ungkapnya dengan yakin sambil menepuk dada.

No comments:

Post a Comment

Subscribe to our newsletter