Pages

Sunday 12 August 2018

Suzanne Collins -1- The Hunger Games

 bab ranjang sebelahku ternyata cuek Suzanne Collins -1- The Hunger Games
PARA PESERTA
Saat saya terbangun, bab ranjang sebelahku ternyata dingin. Jemariku terulur, mencari kehangat Prim tapi hanya menemukan kain kanvas bergairah yang menutupi kasur. Dia niscaya mengalami mimpi buruk dan naik ke ranjang ibu kami. Tentu saja, beliau niscaya mimpi buruk. Hari ini hari pemungutan.

Aku bertumpu pada sikuku. Ada cukup cahaya dikamar tidur sehingga saya dapat melihat mereka. Adik perempuanku, Prim, bergelung menyamping, menyelusup melekat pada badan ibuku, pipi mereka bersentuhan. Dalam tidurnya, ibuku tampak lebih muda, masih kelihatan capek tapi tidak tampak kelelahan setengah mati. Wajah Prim sesegar tetesan hujan, semanis bunga primrose, menyerupai namanya. Ibuku dulu juga sangat cantik. Begitulah yang mereka ceritakan.

Duduk dilutut Prim, menjaganya, ialah kucing paling buruk di dunia. Hidungnya pesek, setengah dari satu telinganya hilang, warna matanya menyerupai ketela busuk. Prim menamainya Buttercup, berkeras menyatakan bahwa warna bulunya yang berwarna kuning lumpur menyerupai mirip warna bunga yang cerah.

Kucing itu membenciku. Atau paling tidak beliau tidak percaya padaku. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, kurasa beliau masih ingat bagaimana saya berusaha menenggelamkannya di dalam baskom dikala Prim membawa pulang. Kucing kudisan, dengan perut penuh cacing dan digerogoti kutu. Hal terakhir yang kubutuhkan ialah mahkluk lain yang harus kuberi makan. Tapi Prim memohon dengan amat sangat, bahkan hingga menangis, sehingga saya harus mengizinkan kucing itu tinggal. Hasilnya ternyata lumayan. Ibuku berhasil menyingkirkan basil dari tubuhnya dan kucing itu cerdik menangkap tikus.

Bahkan kadang kala dapat menangkap tikus-tikus besar. Kadang-kadang setelah berburu, kuberikan isi perut hewan buruanku Buttercup. Dia sudah tidak lagi mendesis murka setiap kali melihatku.


No comments:

Post a Comment

Subscribe to our newsletter